In the Science book exist in apparent motion. In the book History there is a statue. If we want to have knowledge. Happy and immovable reading.

Wednesday, January 9, 2013

Malu Deh.....!!!



Seekor tikus kota pergi mengunjungi saudaranya di desa. Gayanya bukan main! Dadanya membusung, dan ekornya melambai dengan pongah. Tikus kota bersisir rapi dan berdasi pula.
“Spaada .... spadaaaaaaa ...! Anybody here?” teriak tikus kota sambil membetulkan dasinya. Hidungnya mengernyit mengendus bau yang agak aneh di depan sarang tikus desa. “Huh, bau apa ini?! Bau kampungan ....” Dengus Tikus Kota agak mencemooh.

Pintu sarang berderit, dan muncullah tikus desa dengan pakaian yang sederhana. “Hai, saudaraku tikus kota! Senang sekali hatiku melihatmu datang,” sambut tkus desa dengan wajah berseri-seri, “ Mari masuk kegubukku yang sederhana ini.”

Tikus kota masuk ke sarang tikus desa dan duduk di kursi yang tersedia. Tikus desa keluar dari dapur dan membawa sepiring kacang yang terbaik dan setumpuk serpihan daging yang di kumpulkan dari sisa makanan penduduk desa. “Ini  dia makanan yang paling lezat, nyam ... nyam ....” bertitik air liur tikus desa melihat makanan yang dibawanya. “Wah, makanan apa itu? Di kota, tempat tinggalku, makanannya jauh lebih lezat daripada ini,” kata tikus kota sambil mencemooh. “Tiap hari ada kue tart, bistik daging, roti segar, susu, mentega dan kadang juga sepotong besar cokelat. Aku tidak biasa cuma makan kacang dan serpihan daging busuk seperti ini.”

Tikus desa memandang saudaranya dengan takjuk. Ia tidak bisa membayangkan lezatnya makanan yang disebutkan oleh tikus kota tadi. Belum pernah ia mencicipi kue tart bistik daging. “ Kalau begitu besok ikut saja ike kota bersamaku. Buktikan ucapanku nanti,”  dengan pongah tikus kota berkata.

Keesokan harinya berangkatlah mereka berdua dan tiba di kota tengah hari. Tikus kota mengajak tikus desa untuk memanjat meja makan. Benarlah! Di sana penuh makanan lezat. Terbit air liur kedua tikus itu melihat kue-kue lezat itu di sana.
Namun, di saat mereka hendak menyantapnya,muncul seekor anjing mengeram dan menggonggong! Terkejut tikus desa mendengar gonggongan anjing itu. Badannya bergetar karena amat takut. “Sssttt, ayo lari ke sarangku!” Tikus kota menarik tikus desa yang gemetaran.
Dengan segera mereka melompat menghindari terkaman sang anjing dan masuk ke sarang tikus kota. Selamat! Tikus desa masih gemetar dan nafasnya terengah-engah. Tikus kota meletakan jarinya di moncongnya, Sssttt, tunggu sampai aman.”

Tak lama gonggongan anjing galak itu kemudian berhenti. Keadaan tenang. “Ayo keluar,” bisik tikus kota kepada saudaranya. Dengan mengendap-endap kedua tikus keluar dari sarangnya dan kembali memanjat meja makan. “Nah, sekarang kita makan sepuasnya,” kata tikus kota dengan mata berbinar.

Ditangannya terdapat sepotong daging bistik dengan saos yang harum sekali. Sampai bertetesan air liurnya di atas meja. Tetapi waktu hendak menyantapnya, muncullah seorang anak laki-laki membawa tongkat. “Ku bunuh kau tikus-tikus kurang ajar!” serunya sambil mengancungkan tongkatnya. “Lariiii ...!!!” sambil melempar daging di tangan tikus desa untuk kembali besembunyi di sarangnya. Tikus desa terlalu gemetar. Kakinya tidak dapat berlari selincah tikus kota. Ups, hampir aja kepalanya gepeng terkena pukulan tongkat yang amat keras. Satu langkah lagi, oh ...!Dapatkah tikus desa selamat?

“Aduh, harusbersembunyi dimana? Mati aku!”pikirnya. mujur bagi tikus desa, tak jauh darinya ada sebuah lubang kecil. Dengan segera ia berlari kearah lubang dan berusaha masuk, aduh mak sempitnya! Tikus desa terus mencoba masuk ke lubang kecil itu. Uh, uh, uh ...! Perutnya tersangkut di tengah lubang, aduh sakit sekali. Tapi tikus desa tidak sempat menangis. Tiba-tiba dari dalam tanganya terasa ditarik dengan kuaat. Oh, tikus kota yang membantunya masuk. Lubang sempit itu ternyata tembus dengan sarang tikus kota. Akhirnya selamat juga tikus desa daari bahaya maut!\

Tikus desa gemetaaar sekali. Ia tidak berani membanyangkan lagi apa yang tadi dialaminya. Jantungnya berdebar, dum .. dumm! Fuih, tak mau ia mengalami hal yang serupa lagi. Ia segera berpamitan kepada tikus kota. Tak ada niat bagi tikus desa untuk tinggal lebih lama lagi di kota. “Maafkan aku tikus kota. Aku merasa aku lebih cocok makan kacang dan serpihan daging di desa, daripada mati ketakutan dengan bistik di tangan.” Sang tikus kota terdiam tidak bisa menjawab. Uh, malu sekali rasanya. Suka omong besar sih!!!!!

No comments:

Post a Comment