Seekor
tikus kota pergi mengunjungi saudaranya di desa. Gayanya bukan main! Dadanya
membusung, dan ekornya melambai dengan pongah. Tikus kota bersisir rapi dan
berdasi pula.
“Spaada .... spadaaaaaaa ...! Anybody here?” teriak tikus kota sambil
membetulkan dasinya. Hidungnya mengernyit mengendus bau yang agak aneh di depan
sarang tikus desa. “Huh, bau apa ini?! Bau kampungan ....” Dengus Tikus Kota agak mencemooh.
Pintu
sarang berderit, dan muncullah tikus desa dengan pakaian yang sederhana. “Hai,
saudaraku tikus kota! Senang sekali hatiku melihatmu datang,” sambut tkus desa
dengan wajah berseri-seri, “ Mari masuk kegubukku yang sederhana ini.”
Tikus
kota masuk ke sarang tikus desa dan duduk di kursi yang tersedia. Tikus desa
keluar dari dapur dan membawa sepiring kacang yang terbaik dan setumpuk
serpihan daging yang di kumpulkan dari sisa makanan penduduk desa. “Ini dia makanan yang paling lezat, nyam ... nyam
....” bertitik air liur tikus desa melihat makanan yang dibawanya. “Wah,
makanan apa itu? Di kota, tempat tinggalku, makanannya jauh lebih lezat
daripada ini,” kata tikus kota sambil mencemooh. “Tiap hari ada kue tart,
bistik daging, roti segar, susu, mentega dan kadang juga sepotong besar
cokelat. Aku tidak biasa cuma makan kacang dan serpihan daging busuk seperti
ini.”
Tikus
desa memandang saudaranya dengan takjuk. Ia tidak bisa membayangkan lezatnya
makanan yang disebutkan oleh tikus kota tadi. Belum pernah ia mencicipi kue
tart bistik daging. “ Kalau begitu besok ikut saja ike kota bersamaku. Buktikan
ucapanku nanti,” dengan pongah tikus
kota berkata.
Keesokan
harinya berangkatlah mereka berdua dan tiba di kota tengah hari. Tikus kota
mengajak tikus desa untuk memanjat meja makan. Benarlah! Di sana penuh makanan
lezat. Terbit air liur kedua tikus itu melihat kue-kue lezat itu di sana.
Namun, di saat mereka hendak menyantapnya,muncul
seekor anjing mengeram dan menggonggong! Terkejut tikus desa mendengar
gonggongan anjing itu. Badannya bergetar karena amat takut. “Sssttt, ayo lari
ke sarangku!” Tikus kota menarik tikus desa yang gemetaran.
Dengan segera mereka melompat menghindari terkaman
sang anjing dan masuk ke sarang tikus kota. Selamat! Tikus desa masih gemetar
dan nafasnya terengah-engah. Tikus kota meletakan jarinya di moncongnya, Sssttt,
tunggu sampai aman.”
Tak
lama gonggongan anjing galak itu kemudian berhenti. Keadaan tenang. “Ayo
keluar,” bisik tikus kota kepada saudaranya. Dengan mengendap-endap kedua tikus
keluar dari sarangnya dan kembali memanjat meja makan. “Nah, sekarang kita
makan sepuasnya,” kata tikus kota dengan mata berbinar.
Ditangannya terdapat sepotong daging bistik dengan
saos yang harum sekali. Sampai bertetesan air liurnya di atas meja. Tetapi
waktu hendak menyantapnya, muncullah seorang anak laki-laki membawa tongkat.
“Ku bunuh kau tikus-tikus kurang ajar!” serunya sambil mengancungkan
tongkatnya. “Lariiii ...!!!” sambil melempar daging di tangan tikus desa untuk
kembali besembunyi di sarangnya. Tikus desa terlalu gemetar. Kakinya tidak
dapat berlari selincah tikus kota. Ups, hampir aja kepalanya gepeng terkena
pukulan tongkat yang amat keras. Satu langkah lagi, oh ...!Dapatkah tikus desa
selamat?
“Aduh, harusbersembunyi dimana? Mati
aku!”pikirnya. mujur bagi tikus desa, tak jauh darinya ada sebuah lubang kecil.
Dengan segera ia berlari kearah lubang dan berusaha masuk, aduh mak sempitnya!
Tikus desa terus mencoba masuk ke lubang kecil itu. Uh, uh, uh ...! Perutnya
tersangkut di tengah lubang, aduh sakit sekali. Tapi tikus desa tidak sempat
menangis. Tiba-tiba dari dalam tanganya terasa ditarik dengan kuaat. Oh, tikus
kota yang membantunya masuk. Lubang sempit itu ternyata tembus dengan sarang
tikus kota. Akhirnya selamat juga tikus desa daari bahaya maut!\
Tikus desa gemetaaar sekali. Ia tidak berani
membanyangkan lagi apa yang tadi dialaminya. Jantungnya berdebar, dum .. dumm!
Fuih, tak mau ia mengalami hal yang serupa lagi. Ia segera berpamitan kepada
tikus kota. Tak ada niat bagi tikus desa untuk tinggal lebih lama lagi di kota.
“Maafkan aku tikus kota. Aku merasa aku lebih cocok makan kacang dan serpihan
daging di desa, daripada mati ketakutan dengan bistik di tangan.” Sang tikus
kota terdiam tidak bisa menjawab. Uh, malu sekali rasanya. Suka omong besar
sih!!!!!
No comments:
Post a Comment